Haris Rusli.[dok.radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA
- Ketua Petisi 28, Haris Rusli mengungkapkan kajian yang mengatakan
bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur teleomunikasi dengan
merevisi PP 52 dan 53 tentang peyelenggaraan usaha telekomunikasi adalah
sebuah jebakan yang dipasang oleh kepentingan asing melalui Menko
Perekonomian Darmin Nasution dan Menkominfo Rudiantara. Demikian
keterangan pers rilis singkat diterima dan dilansir pewarta lewat pesan
elektronik pada Rabu (7/12) 2016 di Jakarta.
Ketua
Petisi 28 itupun menjelaskan dalam Revisi PP 52 dan 53 tidak ada
satupun semangat untuk meningkatkan percepatan atau tekanan untuk para
pelaku usaha telekomunikasi untuk membangun infrastruktur jaringan dan
spektrum frekuensi sebagai cara mempercepat pembangunan infrastruktur.
"
Justru dalam revisi PP tersebut bagi pelaku usaha telekomunikasi yang
selama ini sudah membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi dan
spektrum telekomunikasi seluler diwajibkan melakukan network and
frequency sharing dengan operator yang tidak membangun infrastruktur dan
ingin cari untung yang besar hanya dengan memakai infrastruktur yang
disewa dari operator pesaingnya," sambungnya menjelaskan lebih lanjut.
"Nah,
sudah sangat jelas ini sebagai sebuah pembodohan yang dilakukan oleh
Menko Perekonomian dan Menkominfo baik terhadap Presiden juga pada
masyarakat Indonesia serta kental dengan pesanan perusahaan operator
telekomunikasi yang dimiliki oleh perusahaan asing untuk mengerogoti
Aset Aset BUMN Telkom Group," tudingnya.
Kemudian
selanjutnya, Haris menilai bahwa sudah sangat jelas sekali revisi PP 52
dan 53 justru tidak akan pernah memberikan dampak pertumbuhan ekonomi,
sebab akan membuat operator asing mengurangi belanja modal untuk
membangun infrastruktur karena jauh lebih efisien dan untung gede dengan
menyewa infrastruktur jaringan dan frekuensi milik Telkom BUMN.
Pengaruh
negatif jika Revisi PP 52 dan 53 diberlakukan maka sektor usaha
Industri peralatan telekomunikasi seperti kabel, baja , produk-produk
pendukung infrastrutur telekomunikasi dan jasa konstruksi telekomunikasi
akan mengalami penurunan pendapatan akibat turunnya belanja modal dari
operator telekomunikasi asing untuk membangun infrastruktur, yang
akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi sektor Telekomunikasi dan
menciptakan pengangguran baru.
"Sangat tidak
relevan dan tidak bukti dan data-data yang bisa dipercaya kalau PP 52
dan 53 selama ini menghambat pembangunan infrastruktur telekomunikasi
dan mengurangi ketertarikan investor untuk menanamkan investasi di
sektor usaha jasa telekomunikasi," jelasnya.
Justru tambah Rusli, selama PP 52 dan 53 diberlakukan tahun 2000 yang tadinya hanya
ada tiga pemain operator seluler malah bertambah dengan adanya Hutchinson, Axis, Smart Fren, Lippo Group dan banyak lagi.
Karena
itu, PETISI 28 mendesak dan mengingatkan Presiden jangan sampai
menyetujui revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 karena akan membawa dampak
negatif bagi perekonomian nasional dan turunnya pendapatan BUMN Telkom
yang berimbas pada penurunan nilai dan minat beli investor terhadap
saham dan produk Surat berharga yang diterbitkan Telkom.tbk .
"Padahal Presiden ingin mencari dana untuk mempercepat proyek
pembangunan infrastruktur dengan cara melakukan sekuritisasi aset BUMN
dan kalau punya menteri yang justru mengusulkan kebijakan yang
menurunkan nilai Aset BUMN sebaiknya mereka dipecat saja," tutupnya.[Nicholas]
0 komentar:
Posting Komentar