RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Awal Nopember ini mulai muncul pikiran elite parpol pendukung buta Ahok untuk menarik dukungan. Ada juga pemimpin parpol pendukung mulai mengakui semakin berat Ahok menang dalam Pilkada DKI. Tentunya beragam alasan disaksikan, terutama karena kelakuan Ahok nista Islam. Umumnya mereka mengklaim, turunnya dukungan rakyat DKI ke kubu Ahok karena Ahok nista Islam, bukan karena memang Ahok sejak 2015 ditolak rakyat DKI. Sabtu (13/11/2016)
Bagi Tim Studi NSEAS, walaupun tidak lakukan nista Islam, tetap untuk menang Ahok semakin berat. Sebagai argumentasi rasional dapat diajukan, dari bulan ke bulan tingkat elektabilitas Ahok menurut lembaga survei baik bayaran maupun tidak, terus turun rata rata 5 persen per bulan.
Yang membuat elektabilitas Ahok terus merosot sungguh bukan semata karena keberadaan atau upaya pasangan pesaing Agus dan Anis. Jauh sebelumnya keberadaan pasangan pesaing Ahok, April 2015, telah muncul oposisi rakyat DKI terhadap Ahok. Ada beberapa kelompok oposisi rakyat DKI Terhadap Ahok.
Pertama, kelompok rakyat DKI menilai Ahok tak layak karena tutur kata dan ucapan yg di Lontarkan ahok. Kedua, karena kebijakan publik Ahok tak memihak rakyat, tapi memihak pemilik modal seperti kebijakan penggusuran, reklamasi dan konsolidasi proyek konstruksi. Ketiga, karena Ahok sesungguhnya gagal sebagai Gubernur urus pemerintahan dan rakyat DKI.
Bukti kegagalan itu antara lain. Jumlah pinggir kian banyak, jumlah rakyat miskin kian banyak, kesenjangan kaya miskin kian melebar Dan masih banyak kekurangan lainya. Tidak ada satupun urusan pemerintahan yg Ahok bisa tunjukkan data, fakta dan angka sebagai keberhasilan. Terakhir, kelompok oposisi yang tidak mau dipimpin Ahok sebagai manusia kafir.
Dari bulan ke bulan oposisi Terhadap Ahok terus membesar dan meluas di mana mana. Rakyat DKI juga Sudah Jelas menolak secara terbuka kehadiran atau kunjungan Ahok. Elektabilitas Ahok terus merosot terutama sejak Juni 2016, rata rata 5 persen perbulan.
Walau PDIP telah dukung Ahok, tetap saja elektabilitas Ahok turun. Kehadiran parpol parpol pendukung Ahok ternyata tidak mampu Menaikkan bahkan pertahankan ekektabilitas Ahok.
Walau sudah resmi 4 parpol pengusung Ahok, tokoh elektabilitas Ahok tetap merosot dari waktu ke waktu. Bahkan, Dari pihak LSI Deny Menunjukan data elektabilitas Ahok pada Oktober 31 persen, awal November terjun bebas menjadi sekitar 24 persen.
Jika dipertimbangkan margin error Ahok sekitar 5 persen, dalam kondisi aktual oposisi rakyat DKI terus membesar terutama sejak kasus nista Islam, maka elektabilitas Ahok hari ini sudah disekitar 20 persen. Apa yang mau diharapkan pendukung buta Ahok terhadap Ahok dengan elektabilitas 20 persen? Angka 20 persen saat tiga bulan lagi pemungutan suara, secara matematis sangat tidak mungkin Ahok menang. Kalau dalam realitas, Ahok bisa menang oleh keputusan KPUD, sangat mungkin kelompok pendukung buta Ahok telah lakukan kecurangan!
Bagi Tim Studi NSEAS, kasus nista Islam memang punya pengaruh mempercepat kemerosotan ekektabilitas Ahok. sekitar 6 persen merosot dari Oktober ke awal Nopember. Menjadi terus terjun bebas ekektabilitas Ahok, jika nanti jadi tersangka. Tetapi, tanpa Ahok nista Islam dan diputuskan Bareskrim Mabes Polri sebagai tersangka, tetap saja sangat tidak mungkin Ahok menang. Kasus nista Islam memang bantu percepatan terjun bebas elektabilitas Ahok.
Kini Semua parpol pendukung buta Ahok mulai ancang Ancang mundur dukung Ahok. Sungguh bukan karena Ahok nista Islam, tapi semata karena mereka sudah memiliki pemahaman bahwa Ahok sangat mungkin kalah di putaran pertama bahkan.
Motif kekuasaan semata Dari Semua parpol pendukung buta Ahok mungkin telah mulai berpikir lompat pagar tetangga, atau gantikan Ahok oleh kader PDIP sekelas Risma atau Ganjar Pranowo yg Saat ini Masih Menjabat Gubernur (Jateng) meskipun secara regulasi ada masalah, tetapi bisa gunakan dikerasi Jokowi buat Perpu Menurut Tim Studi NSEAS Muchtar Effendi Harahap.(haris/gin)
Bagi Tim Studi NSEAS, walaupun tidak lakukan nista Islam, tetap untuk menang Ahok semakin berat. Sebagai argumentasi rasional dapat diajukan, dari bulan ke bulan tingkat elektabilitas Ahok menurut lembaga survei baik bayaran maupun tidak, terus turun rata rata 5 persen per bulan.
Yang membuat elektabilitas Ahok terus merosot sungguh bukan semata karena keberadaan atau upaya pasangan pesaing Agus dan Anis. Jauh sebelumnya keberadaan pasangan pesaing Ahok, April 2015, telah muncul oposisi rakyat DKI terhadap Ahok. Ada beberapa kelompok oposisi rakyat DKI Terhadap Ahok.
Pertama, kelompok rakyat DKI menilai Ahok tak layak karena tutur kata dan ucapan yg di Lontarkan ahok. Kedua, karena kebijakan publik Ahok tak memihak rakyat, tapi memihak pemilik modal seperti kebijakan penggusuran, reklamasi dan konsolidasi proyek konstruksi. Ketiga, karena Ahok sesungguhnya gagal sebagai Gubernur urus pemerintahan dan rakyat DKI.
Bukti kegagalan itu antara lain. Jumlah pinggir kian banyak, jumlah rakyat miskin kian banyak, kesenjangan kaya miskin kian melebar Dan masih banyak kekurangan lainya. Tidak ada satupun urusan pemerintahan yg Ahok bisa tunjukkan data, fakta dan angka sebagai keberhasilan. Terakhir, kelompok oposisi yang tidak mau dipimpin Ahok sebagai manusia kafir.
Dari bulan ke bulan oposisi Terhadap Ahok terus membesar dan meluas di mana mana. Rakyat DKI juga Sudah Jelas menolak secara terbuka kehadiran atau kunjungan Ahok. Elektabilitas Ahok terus merosot terutama sejak Juni 2016, rata rata 5 persen perbulan.
Walau PDIP telah dukung Ahok, tetap saja elektabilitas Ahok turun. Kehadiran parpol parpol pendukung Ahok ternyata tidak mampu Menaikkan bahkan pertahankan ekektabilitas Ahok.
Walau sudah resmi 4 parpol pengusung Ahok, tokoh elektabilitas Ahok tetap merosot dari waktu ke waktu. Bahkan, Dari pihak LSI Deny Menunjukan data elektabilitas Ahok pada Oktober 31 persen, awal November terjun bebas menjadi sekitar 24 persen.
Jika dipertimbangkan margin error Ahok sekitar 5 persen, dalam kondisi aktual oposisi rakyat DKI terus membesar terutama sejak kasus nista Islam, maka elektabilitas Ahok hari ini sudah disekitar 20 persen. Apa yang mau diharapkan pendukung buta Ahok terhadap Ahok dengan elektabilitas 20 persen? Angka 20 persen saat tiga bulan lagi pemungutan suara, secara matematis sangat tidak mungkin Ahok menang. Kalau dalam realitas, Ahok bisa menang oleh keputusan KPUD, sangat mungkin kelompok pendukung buta Ahok telah lakukan kecurangan!
Bagi Tim Studi NSEAS, kasus nista Islam memang punya pengaruh mempercepat kemerosotan ekektabilitas Ahok. sekitar 6 persen merosot dari Oktober ke awal Nopember. Menjadi terus terjun bebas ekektabilitas Ahok, jika nanti jadi tersangka. Tetapi, tanpa Ahok nista Islam dan diputuskan Bareskrim Mabes Polri sebagai tersangka, tetap saja sangat tidak mungkin Ahok menang. Kasus nista Islam memang bantu percepatan terjun bebas elektabilitas Ahok.
Kini Semua parpol pendukung buta Ahok mulai ancang Ancang mundur dukung Ahok. Sungguh bukan karena Ahok nista Islam, tapi semata karena mereka sudah memiliki pemahaman bahwa Ahok sangat mungkin kalah di putaran pertama bahkan.
Motif kekuasaan semata Dari Semua parpol pendukung buta Ahok mungkin telah mulai berpikir lompat pagar tetangga, atau gantikan Ahok oleh kader PDIP sekelas Risma atau Ganjar Pranowo yg Saat ini Masih Menjabat Gubernur (Jateng) meskipun secara regulasi ada masalah, tetapi bisa gunakan dikerasi Jokowi buat Perpu Menurut Tim Studi NSEAS Muchtar Effendi Harahap.(haris/gin)
0 komentar:
Posting Komentar