Mirah Sumirat, Presiden Aspek.[Dok/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Presiden
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat,
SE, mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri di Jakarta
Pusat, Selasa (22/11) 2016 yang membebaskan dua pengabdi
bantuan hukum LBH Jakarta, 1 mahasiswa dan sejumlah 23 buruh yang
melakukan aksi unjuk rasa (unras) pada 30 Oktober 2015 yang lalu dan menuntut pembatalan Peraturan Pemerintah (PP) nomor
78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Majelis Hakim membebaskan 26 aktivis dari semua dakwaan yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum. Putusan Majelis Hakim ini sesungguhnya
menjadi simbol tegaknya keadilan dan kemenangan dari sikap kritis rakyat
yang menuntut keadilan. Mirah Sumirat menyatakan semenjak awal, sangat
kental nampak adanya upaya mengkriminalisasi aktivis buruh yang sedang
menuntut penegakkan hukum ketenagakerjaan.
“Kepolisian
terkesan memaksa proses hukum terhadap 26 aktivis itu dengan dalih
melawan perintah aparat dan tidak mau membubarkan diri saat unjuk rasa
berlangsung,” sambungnya menambahkan.
Presiden
ASPEK Indonesia juga menyatakan penghargaan yang setinggi-tingginya
karena Majelis Hakim telah memutuskan perkara ini dengan terlebih dahulu
menggali landasan filosofis dan sosiologis yang hidup di masyarakat,
tidak hanya landasan yuridis.
Upaya-upaya buruh dalam menyampaikan
pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi UU,
Konstitusi dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Cara-cara damai
yang dipakai buruh merupakan bagian dari dinamika dan respon cepat dalam
upaya perubahan terhadap sebuah peraturan yang dinilai tidak adil.
Mirah
Sumirat menegaskan agar semua pihak yang berseberangan dengan niat baik
perjuangan buruh, agar mencermati dengan baik pendapat Majelis Hakim
dalam Putusan, yang antara lain menegaskan:
1.
Buruh telah melakukan aksi dengan telah memenuhi syarat sesuai UU, Aksi
dilakukan dengan damai, tidak merusak dan dalam rangka mengupayakan
sebuah keadilan dalam kebijakan.
2.
Aparat Kepolisian justru melakukan pendekatan secara represif dengan
membubarkan secara tidak layak, merusak mobil dan property buruh, merampas
dan menghilangkan barang barang, bahkan melakukan kekerasan kepada
Pengabdi Bantuan Hukum, mahasiswa dan buruh.
3.
Bahwa peserta aksi buruh sebenarnya sudah mentaati himbauan Kapolres,
dan mobil komando pun sudah bergerak mundur meninggalkan lokasi, namun
bergerak lambat karena terhalang peserta aksi yang kacau karena gas air
mata. Justru aparat Kepolisian yang kemudian membuat kekacauan dan
melakukan tindakan berlebihan. Aparat yang menggunakan kaos tertulis
Turn Back Crime memburu dan menangkap peserta aksi yang ada di dekat dan
di dalam mobil komando. Kepolisian harusnya mengacu kepada UU No. 9
Tahun 1998. Dalam hal ini Kepolisian telah melakukan pelanggaran HAM.
4.
Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum tidak terpenuhi unsur-unsur terutama
dengan sengaja melawan aparat, tidak ada pelanggaran hukum pada
peristiwa tersebut.
5.
Hakim juga memutuskan untuk merehabiitasi nama baik, harkat, dan
martabat 2 PBH LBH Jakarta, 1 Mahasiswa, dan 23 Buruh tersebut.
Sementara
itu, Muhamad Rusdi, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) yang juga Dewan Pakar ASPEK Indonesia yang menjadi salah
satu dari 26 aktivis yang dikriminalisasi, mengucapkan terima kasih
atas dukungan buruh dari seluruh Indonesia. Kemenangan kecil ini adalah
kemenangan kaum buruh Indonesia untuk menyambut kemenangan selanjutnya.
Ini menjadi motivasi untuk berjuang lagi menata ulang Negara wujudkan
Indonesia baru yang adil, berdaulat dan sejahtera.
“Semoga kemenangan ini menjadi langkah awal untuk menuju kemenangan yang lebih besar,”pungkasnya.[Nicholas]
0 komentar:
Posting Komentar