ilustrasi/koohay |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah oknum pejabat Menkominfo diduga peroleh aliran
dana terkait dengan dua (2) operator seluler milik asing dengan dalih
membiayai konsultan untuk melakukan penyusunan rancangan revisi PP 52
dan 53 mengenai industri telekomunikasi. Hal ini dikatakan Koordinator
Komite Anti Suap dan Pungli Indonesia (KASPI), Noer Arifien kepada radarindonesianews.com di Jakarta, kamis (17/11).
Adapun PP 52 dan 53 mengenai industri telekomunikasi yang
dititikberatkan pengaturan tarif interkoneksi serta sharing pengunaan
spectrum Frekwensi sesama operator. Sebelumnya, sebulan yang lalu KASPI
melaporkan sejumlah Pejabat Menkominfo dan di Menko Perekonomian serta
Menteri Kominfo ke lembaga KPK RI terkait adanya dugaan gratifikasi
terkait revisi PP 52 dan 53 tersebut.
Noer
Arifin mengutarakan bahwa dalam rancangan revisi PP 52 dan 53 bukti
terjadinya dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat Menkominfo yakni
dengan adanya surat bersama dari operator XL dan Indosat pada tahun
2015.
Koordinator KASPI meminta kementerian Kominfo melakukan revisi PP 52 dan 53 dengan
menggantikan beberapa pasal, terutama terkait biaya interkoneksi antar
operator dan kewajiban setiap operator harus melaksanakan sharing
frekuensi dan menghilangkan kewajiban bagi operator telekomunikasi yang
sudah mendapatkan izin usaha telekomunikasi untuk membangun
infrastruktur sarana dan prasarana untuk digunakan sebagai jaringan
spectrum frekuensi
"Tentunya klausul yang
akan direvisi menguntungkan kedua operator yang membiayai konsultan
melakukan revisi PP 52 dan 53 tentang telekomunikasi. Ini bentuk dugaan
gratifikasi dengan dalih membiayai konsultan melakukan kajian revisi,"
demikian ungkap Noer.
Noer menambahkan kalau dalam rancangan revisi PP 52 dan 53 tentang
telekomunikasi yang sedang dilakukan uji publik oleh kementerian Kominfo
di website sangat jelas sekali adanya pesanan pesanan pasal dan ayat
yang direvisi akan menguntungkan kedua operator telekomunikasi XL dan
Indosat yang sahamnya dimiliki oleh perusahan asing.
"Yang
paling mencolok adalah terkait pengaturan tarif interkoneksi dalam PP
no 53 antar operator yang akan menciptakan monopoli tarif interkoneksi
dengan persekongkolan pengaturan tarif bersama yang akan merugikan
masyarakat dan BUMN Telekomunikasi," jelasnya lagi.
Sebab,
di dalam PP 53 semua operator diwajibkan untuk melakukan penggunan
sharing frekuensi dengan demikian untuk Indosat dan XL yang tidak wajib
lagi serta tidak perlu membangun infrastruktur sarana dan prasarana
untuk mendukung jaringan frekuensi, terutama di daerah luar Jawa yang
konsumen tidak sebanyak di pulau Jawa.
Selain
itu, apabila membangun Infrastruktur tersebut akan terbebani dengan
biaya yang mahal dan pengembalian investasi yang lama. Dengan demikian,
xL dan Indosat cukup mengunakan infrastrutur milik Telkom dan Telkomsel
yang selama ini terus membangun infrastruktur telekomunikasi untuk
merealisasikan visi besar Trisakti dan Nawacita Presiden Joko Widodo .
Adapun
dengan direvisinya PP 52 dan 53 hasil konspirasi jahat oknum pejabat
tinggi kementerian Kominfo dengan dua operator telepon seluler milik
asing di mana dibalik itu semua ada kepentingan juga untuk calon
investor yaitu Telcom China yang akan membeli saham kedua operator
tersebut dengan syarat investor China Telkom akan membeli saham kedua
operator tersebut jika tidak ada kewajiban untuk membangun infrastruktur
lagi terutama di luar pulau Jawa.
Adapun jika
direvisi kedua PP yang diduga adanya aliran dana ratusan miliar untuk
merevisinya kepada oknum pejabat tinggi di Menkominfo dan Menko
Perekonomian atas dasar agar lebih banyak lagi investor asing yang
akan berinvestasi di sektor telekomunikasi, dengan alasan kedua PP
tersebut selama ini menghambat karena adanya kewajiban untuk membangun
infrastruktur di seluruh Indonesia untuk usaha bisnis telejomunikasinya
tersebut di Indonesia .
"Bila revisi PP 52 dan
53 dilaksanakan, maka negara dan masyarakat sebagai stake holder BUMN
Telkom dan Telkomsel akan dirugikan ratusan trilyun," jelas Noer Arief.
Oleh
karena itu tandasnya, KASPI sudah melaporkan sejumlah pejabat Menkominfo ke
lembaga KPK RI pada bulan lalu terkait dugaan gratifikasi revisi PP 52
dan 53, nantinya akan menyampaikan data tambahan ke KPK yang menguatkan
dugaan aliran dana ratusan miliar dari Perusahaan Asing.[Nicholas]
0 komentar:
Posting Komentar