Latest News
Sabtu, 26 November 2016

Dr. Isnaeni Ramdhan: Maklumat 212 Kapolri Tak Kontekstual

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang mengatakan, demonstrasi diperbolehkan tapi tidak absolut harus dilihat secara kontekstual. Pakar hukum tatanegara Universitas Pancasila, Dr. Isnaeni Ramdhan dalam menilai, pernyataan Kapolri yang diwujudkan dalam bentuk maklumat sifatnya normarif saja. Tito harusnya bisa melihat persoalan tersebut dalam perspektif demokrasi dimana kepentingan mayoritas seyogyanya bisa lebih diakomodir, sepanjang dilakukan tanpa melakukan pelanggaran hukum.

Isnaeni memandang apa yang akan dilakukan umat Muslim pada 2 Desember (212) tidak serta merta bisa disebut mengganggu ketertiban umum. “Kita bisa melakukan unjuk rasa atau aksi damai tanpa mengangu ketertiban umum. Itu tidak persoalan. Jadi ini masalah tekhnis saja. Tapi secara yuridis, apa yang dilakukan oleh Kapolri itu normatif saja, wajar-wajar aja,” ujar Isnaeni.

Alumnus program Doktor Universitas Padjadjaran tersebut mengungkapkan, penyelenggaraan aspirasi pernyataan dan pendapat, itulah yang sebetulnya menjadi tujuan Shalat Jumat di lapangan pada 2 Desember. “Kalau diikuti dari program yang ada di media sosial dan yang lain, tidak melakukan unjuk rasa, tapi ibadah, shalat Jumat, itu yang diwacanakan. Beda halnya dengan 411. Kalau saya melihat, jika yang ditafsirkan itu memang merupakan ibadah, harus kita dudukkan pada persoalan bahwa ini bukan unjuk rasa. Ini ibadah, itu yang harus didudukkan,” tegasnya.

Isnaeni melanjutkan, afirmasi terhadap mayoritas itu merupakan suatu hal yang wajar dan logis dilakukan. Mayoritas umat Islam menganggap penting adanya upaya secara massal melakukan ibadah. Pilihan tempatnya, masing-masing memiliki terdesk yang berbeda. Kalaupun di lapangan umum dan shalat yang akbar biasanya memang harus dilakukan di tempat-tempat terbuka.

Kalau untuk perjuangan demokrasi dikaitkan dengan majoritarily umat Islam, ya wajar, kalau memang dilakukan secara massal,” katanya.

Sedangkan, perspektif formilnya, kata Isnaeni, bisa dilakukan melalui kelembagaan, seperti lembaga perwakilan yang harus terdiri atas orang-orang muslim, dan partai politik harus mayoritas partai politik muslim. Jadi konsentrasi perjuangan isu-isu muslim itu dilakukan secara institusional.

Sekadar membalik catatan, Polri mengatakan, jangan melakukan shalat Jumat di Jalan Sudirman-Thamrin. Menanggapi hal itu, Isnaeni mengatakan, larangan polri itu harus dilihat urgensinya apa. Sebenarnya kalau itu dilakukan, yang untung Polri juga karena menambah dana operasional. Dengan asumsi demikian, Kapolri dalam hal ini polisi, memiliki kepentingan untuk memperoleh dana tambahan untuk operasional.
Kalau larangan sembahyang, nggak boleh dong. Siapa yang boleh melarang orang sembahyang,” imbuhnya.

Sedangkan menanggapi saran Polri supaya shalat Jumat dilakukan di masjid-masjid yang ada di Jakarta. Kata dia, “Sekarang begini, kalau dilakukan di masjid, umat Islam yang datang mencakup melebihi dalam sarana yang ada di masjid, kemudian meluber. Ini kan baru asumsi, dan baru dugaan. Kalau kita ikuti skenario yang dimainkan mereka, ya di masjid. Kemudian kalau yang menjadi catatan saya, ada larangan, nggak boleh dong, orang sembayang dilarang“. (yud/TB)
  • Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Dr. Isnaeni Ramdhan: Maklumat 212 Kapolri Tak Kontekstual Rating: 5 Reviewed By: radarindonesianews.com