Latest News
Selasa, 06 Desember 2016

Revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 Gagalkan Program Infrastruktur Jokowi

RADARINDOESIANEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 terutama tentang pasal yang mewajibkan Network Sharing dan Frekuensi Sharing operator jaringan telekomunikasi di Indonesia sudah siap ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Untuk itulah kedepan Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu berupaya mengingatkan Presiden Ir. Joko Widodo agar tidak menandatangani rancangan itu.

Menurut Ferdinand Situmorang, SE, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Ekonomi FSP BUMN Bersatu mengungkapkan, hal itu dikarenakan harus dikaji oleh tim ekonomi Presiden dahulu.
 
"Revisi PP 52 & 53 Tahun 2016 disajikan Kemkominfo dan disetujui oleh Menko Perekonomian, serta disetujui secara terpaksa oleh Menteri BUMN akan berdampak negatif terhadap program pembangunan proyek infrastruktur dengan nilai nominal 5000 triliun rupiah yang dicanangkan Presiden Jokowi nantinya," jelas Ferdinand Situmorang.

Dampak negatif revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 berimbas menurunnya laju pertumbuhan ekonomi sektor pembangunan infrastruktur telekomunikasi dari semua operator seluler di Indonesia. 
 
"Hal ini akibat capital expenditure akan menurun. Akhirnya berdampak tidak tumbuhnya lapangan kerja baru dan pertumbuhan Industri manufacturing sektor infrastruktur  telekomunikasi," tandasnya.

Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Ekonomi FSP BUMN Bersatu ini juga menyampaikan dengan diwajibkannya network sharing dan frekuensi sharing semua  operator, yang sewa network dan frekuensi operator lainnya tidak perlu membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi.
 
"Operator yang sudah memiliki infrastruktur yang luas, enggan kembali bangun infrastruktur. Biayanya jauh lebih mahal dibanding biaya sewa yang ditanggung oleh operator yang menyewa jaringan dan frekuensi," paparnya menjelaskan.

"Sejalan dengan program Presiden Joko Widodo yang akan mencari pendanaan infrastruktur melalui penjualan sekuritas BUMN ke investor swasta dan asing, tentu juga tidak akan optimal mendapatkan hasil dana penjualan sekuritas BUMN seperti Telkom Group," tukasnya.

Hal ini disebabkan revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 menurunkan fair value (nilai wajar) dari Telkom hingga 24 % (setara dengan 17 triliun) sehingga book value Telkom juga akan semakin merosot hingga 30 %, berdasarkan dan sesuai data penelitian litbang Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu. 

Jika revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 diukur dengan fair value terhadap aktiva tetap Telkom berupa infrastruktur jaringan dan frekuensi, hal ini akan berdampak menurunkan nilai aktiva Telkom di masa yang akan datang dan berdampak terhadap nilai pasar sekuritas yang diterbitkan Telkom karena turunnya infrastruktur investment gain Telkom. Soalnya, sambung Ferdinand Situmorang, hal ini disebabkan oleh infrastruktur jaringan dan frekuensi yang dibangun selama ini tidak meningkatkan daya saing dalam memproduksi layanan telekomunikasi karena bisa digunakan secara paksa oleh operator dengan cara disewa akibat revisi PP 52 & 53 Tahun 2000.

"Karena cost produksi operator non Telkom Group akan jauh lebih murah menggunakan infrastruktur jaringan dan frekuensi milik Telkom dan bisa menjual dengan harga produk yang tinggi. Tidak dibebani biaya investasi,perawatan dan nilai penyusutan dari infrastruktur seperti yang ditanggung oleh Telkom," jelasnya.

Dengan demikian operator nonTelkom bisa menurunkan Capital Expenditure (Capex) dan Operational Expenditure (Opex) tapi mendapatkan laba yang tinggi akibat revisi PP 52 & 53 Tahun 2000. Akibat Capex yang selama ini dikeluarkan oleh Telkom cukup besar dalam Investasi infrastruktur jaringan dan frekuensi tapi tidak memberikan capital gain yang tinggi, maka berdampak pada menurunnya book value dan market value dari sekuritas yang diterbitkan Telkom, selain menurunnya minat beli investor. 

Oleh karena itu, revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 yang berpotensi  menurunkan fair value, book value dan market value akan membuat keinginan Jokowi untuk mencari dana pembangunan proyek infrastruktur sebesar +/- Rp 5000 Trilyun melalui penjualan Aset BUMN dengan cara sekuritasisasi Aset BUMN Telkom ke swasta dan Investor asing akan kurang optimal dalam mendapatkan dana yang dihasilkan nantinya. 

"Karena itu Jokowi harus membatalkan revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 yang disajikan Kemkominfo. Karena akan membuat gagal pembangunan proyek infrastruktur yang ditargetkan. Dan sudah saatnya Jokowi mempertimbangkan Menkominfo sebagai Menteri yang prioritas untuk dicopot pada reshuffle jilid 3 pada tahun depan nanti," tandasnya.[Nicholas]
  • Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Revisi PP 52 & 53 Tahun 2000 Gagalkan Program Infrastruktur Jokowi Rating: 5 Reviewed By: radarindonesianews.com