Ferdinand Hutahaean, Pemimpin Rumah Amanah Rakyat.[Dok/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA
- Momentum aksi unjuk rasa Super Damai jilid III umat Islam 212 yang
dikemas dalam bentuk dzikir dan doa yang dipusatkan di pelataran Monumen
Nasional (Monas), Jumat (2/12) tercatat menjadi
sebuah kenangan, kisah dan bahkan cacatan sejarah baru bagi bangsa
Indonesia penghujung tahun 2016 ini.
Ferdinand
Hutahaean menyebut bahwa ada jutaan umat
Islam yang datang dari seluruh pelosok negeri bersatu dan dipersatukan oleh
sebuah kesamaan. Umat Islam melepas berbagai mazhab dan
organisasinya, melebur menjadi satu Umat Islam yang tidak
tercerai.
“Tidak sedikit dari mereka meneteskan air mata sembari
berdoa, mengadu pada Tuhan sang pemilik kebenaran, bahwa Islam sedang
dinistakan. Betapa sulitnya umat Islam yang agamanya dinistakan itu
mendapat keadilan,” demikian ungkap Ferdinand Hutahaea, Pimpinan Rumah Amanah Rakyat
itu kepada radarindonesianews.com, Minggu (3/12).
Ferdinand berharap,
kedepan, semoga doa dan dzikir yang dipanjatkan segera mendapat ‘jawaban dan terkabul. Sebab lanjut Ferdinand, aksi yang fenomenal
‘212’ dan luar biasa itu akhirnya mendapat tempat berselancar bagi
Presiden Jokowi.
“Namun atas aksi 212 itu, Presiden Jokowi sedang
menghunus Trisula. Sebuah pilihan senjata yang cukup cerdas, cerdik,
bahkan sedikit licik dan menjadi pilihan tepat langgengkan kekuasaan, “
ungkapn Ferdinand
Analisa Ferdinand, hadapan jutaan massa,
aksi selancar Presiden Jokowi yang menghunus Trisula adalah sesuatu yang
sarat makna, sarat pesan tak terucap dan sarat sebuah penegasan sikap
yang tak mudah dipahami.
“Pertama, Trisula dihunuskan Jokowi kepada
Ahok dan kelompok pendukungnya termasuk partai pendukungnya,” ujarnya.
Pada momen itu menurutnya, Presiden sedang mengirimkan pesan keras
kepada Ahok dan para pendukungnya agar persiapkan diri atas segala
kemungkinan, termasuk bila nantinya Majelis Hakim yang memeriksa perkara
penistaan agama dengan terdakwa Ahok memerintahkan Jaksa Penuntut Umum
untuk menempatkan Ahok di rumah tahanan negara.
“Itu hak hakim dan
sangat mungkin terjadi bila eskalasi tekanan umat Islam makin menekan
kekuasaan Jokowi,” jelasnya.
Maka
itulah, lanjut Ferdinand, Presiden Jokowi
mencoba merapatkan diri ke barisan umat Islam yang kemudian akan
mengawal vonis Ahok termasuk dihadapkan melawan reaksi dari para
kelompok pendukung Ahok.
“Memangnya kemana Jokowi akan meminta dukungan
melawan kelompok pendukung Ahok kalau bukan ke umat Islam ? Itulah
‘sula’ pertama dihunuskan oleh Jokowi, “ tukasnya.
Trisula kedua, lanjut Ferdinand, sedang dihunuskan Jokowi pada kelompok umat Islam
sendiri. Jokowi kirimkan pesan supaya semua pulang, kembali kerumah
masing-masing. Pesan tak terucap adalah, umat Islam jangan demo lagi,
biarkan Ahok diurus pemerintah dengan penegakan hukum.
"Sesuatu yang
positif, namun yang disayangkan adalah matinya kepercayaan pada Presiden atas
kasus Ahok ini,” ungkapnya.
Hal itu terungkap,
papar Ferdinand dengan peristiwa penangkapan yang dilakukan
pada para aktivis dengan tuduhan makar merupakan sula tajam yang
dihunuskan kepada umat, bahwa hal yang sama bisa dilakukan kepada siapa
saja oleh rezim, termasuk kepada umat Islam yang berunjuk rasa.
“Selanjutnya yang ketiga (3) Trisula terakhir yang sedang dihunuskan
kelompok aktivis yang kerap mengumandangkan kritik keras pada rezim
Jokowi, “ jelasnya.
Ferdinand
berpandangan memangnya Polri akan menangkap putri Proklamator Rachmawati
Soekarno Putri dan Purnawiran TNI itu tanpa restu dari kekuasaan?
“Polri hanya eksekutor, tapi kebijakan itu patut diduga bersumber dari
kekuasaan. Ini pesan keras sedang dikirimkan Presiden Jokowi pada para
kelompok aktivis agar tidak mengganggu kekuasaannya. " Tegas Ferdinand.
Bahkan dengan alasan cinta negarapun, tidak boleh mengkritik rejim ini apalagi bicara lengserkan kekuasaan,” paparnya.
“Presiden masuk menusuk pikiran Ahok dan kelompok pendukungnya, menusuk
psikologi massa umat doa dan zikir, serta menusuk menekan syaraf aktivis
dan mencoba lumpuhkan urat perlawanan,” jelasnya.
Sementara
itu, untuk nantinya aksi 412 parade aksi Kita Indonesia pada tanggal 4
desember yang juga menurut rencananya akan dihadiri oleh Presiden akan
dijadikan sebagai simbol presiden memegang tongkat Trisula.
“Presiden
harus tetap merawat hubungan dengan kelompok ini. Sebab bila ternyata
kekuatan umat Islam kemudian kalah, maka Presiden pun tentu tidak mau
kehilangan teman yang berarti bahwa presiden kehilangan kekuasaan,” ungkapnya.
“Kondisi makin rumit, dan kedepan akan semakin tidak menentu akibat
sikap yang tidak menentu dari Pemerintah. Tanpa ketegasan sikap Presiden
maka nasib bangsalah yang sedang dipertaruhkan.
Semoga para negarawan
bersama TNI segera menyudahi ketidakpastian ini. Nasib bangsa di atas
segalanya, jangan kita biarkan bangsa ini terpecah karena ketidaktegasan
dan ketidakpastian sikap berpihak pada bangsa,” tutupnya.[]
0 komentar:
Posting Komentar