RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Kompolnas, Bekto Suprapto yakin ucapan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal adanya potensi makar pada aksi damai 2 Desember atau 212 tidak asal sebut. Pasti ada kajian mendalam sebelum Kapolri menyebut adanya indikasi makar.
“Saya percaya ucapan Pak Kapolri itu bisa dipertanggungjawabkan. Kapolri harus bisa membuktikan tuduhan makar itu,” kata Bekto ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/11/2016).
Atas pernyataan Kapolri ini, banyak pihak yang menyangsikan, terutama datang dari politisi di DPR. Mereka menuntut ucapan Tito ini dibuktikan. Apalagi disebutkan bahwa sumber bakal terjadi makar itu berasal dari media sosial (medsos).
Dikatakan Bekto, politisi DPR bisa menyarankan Komisi III untuk melakukan rapat dengar pendapat atau audiensi dengan Kapolri. Nanti dalam pertemuan, Tito bakal menjelaskan pernyataan yang dilontarkan soal indikasi makar ini.
“Politikus Senayan bisa mengusulkan pada Komisi III DPR untuk undang Kapolri. Pasti dijelaskan. Karena apa pun tindakannya, termasuk pernyataan makar itu harus dapat dipertanggungjawabkan,” kata Bekto.
Sebelumnya, politikus DPR RI, Sukamta mengkritik keras ucapan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal adanya indikasi makar pada demonstrasi 2 Desember nanti. Dia mendesak Kapolri membuktikan ucapan soal indikasi makar ini. Karena jika tidak, terkesan kepolisian ingin menggiring opini tertentu dalam aksi 2 Desember.
Dikatakan, menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak masyarakat sebagaimana dijamin konstitusi. Hal itu pun perbuata legal. Pasalnya diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Pemerintah sebaiknya jangan menghalang-halangi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum. Ini adalah salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya di Jakarta.
Pasal 18 UU 9/1998 menyebutkan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.”
“Maka, aksinya dituduh makar dan inkonstitusional, tapi nanti malah pihak yang menghalang-halanginya dengan menuduh makar itulah yang justru bisa terkena hukum,” kata politisi PKS itu.[TB]
“Saya percaya ucapan Pak Kapolri itu bisa dipertanggungjawabkan. Kapolri harus bisa membuktikan tuduhan makar itu,” kata Bekto ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (26/11/2016).
Atas pernyataan Kapolri ini, banyak pihak yang menyangsikan, terutama datang dari politisi di DPR. Mereka menuntut ucapan Tito ini dibuktikan. Apalagi disebutkan bahwa sumber bakal terjadi makar itu berasal dari media sosial (medsos).
Dikatakan Bekto, politisi DPR bisa menyarankan Komisi III untuk melakukan rapat dengar pendapat atau audiensi dengan Kapolri. Nanti dalam pertemuan, Tito bakal menjelaskan pernyataan yang dilontarkan soal indikasi makar ini.
“Politikus Senayan bisa mengusulkan pada Komisi III DPR untuk undang Kapolri. Pasti dijelaskan. Karena apa pun tindakannya, termasuk pernyataan makar itu harus dapat dipertanggungjawabkan,” kata Bekto.
Sebelumnya, politikus DPR RI, Sukamta mengkritik keras ucapan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal adanya indikasi makar pada demonstrasi 2 Desember nanti. Dia mendesak Kapolri membuktikan ucapan soal indikasi makar ini. Karena jika tidak, terkesan kepolisian ingin menggiring opini tertentu dalam aksi 2 Desember.
Dikatakan, menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak masyarakat sebagaimana dijamin konstitusi. Hal itu pun perbuata legal. Pasalnya diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Pemerintah sebaiknya jangan menghalang-halangi masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat di muka umum. Ini adalah salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” katanya di Jakarta.
Pasal 18 UU 9/1998 menyebutkan, “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.”
“Maka, aksinya dituduh makar dan inkonstitusional, tapi nanti malah pihak yang menghalang-halanginya dengan menuduh makar itulah yang justru bisa terkena hukum,” kata politisi PKS itu.[TB]
0 komentar:
Posting Komentar