Latest News
Kamis, 17 November 2016

Ferdinand Hutahaean: Penguasa Tidak Boleh Paksakan Kehendak Pada Rakyat

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pasca penetapan sebagai tersangka oleh Kapolri atas penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal dengan Ahok. Kapolri menyatakan, siapapun yang masih ingin demo atas penistaan agama maka mereka adalah pemecah belah NKRI. Hal ini diungkapkan Ferdinand Hutahaean, perwakilan dari Rumah Amanah Rakyat, Kamis (17/11), sehari setelah penetapan status TSK pada Gubernur pertahana DKI Jakarta itu oleh pihak Kepolisian RI.

Menurut Ferdinand, pimpinan Rumah Amanah Rakyat, ruang demokrasi merupakan hak dasar konstitusional setiap warga negara tanpa melihat agama, suku, ras dan pangkat serta jabatan.
 
”Ruang demokrasi yang tidak bisa diterapkan secara terbalik, demokrasi adalah hak kedaulatan rakyat dan bukan hak kedaulatan penguasa,” jelasnya tegas.

Stigma dan tuduhan yang terlalu kasar bahkan bentuk pembungkaman serta pembunuhan ruang demokrasi yang diatur oleh Konstitusi dan UU Kebebasan Penyampaikan Pendapat. Pimpinan Rumah Amanah Rakyat melontarkan pernyataan, “Sepenting itukah bagi penguasa membungkam ruang demokrasi hanya untuk menyelamatkan sebuah kekuasaan yang tidak akan pernah abadi?” tukasnya penuh tanda tanya besar.

Sejatinya, rakyat diperbolehkan memaksakan suaranya secara mayoritas pada Penguasa, itulah demokrasi. Dimana, suara terbanyak boleh memaksakan tuntutan kepada penguasa, bahkan untuk menurunkan dan mengganti rezim sepanjang itu suara mayoritas rakyat.
 
”Dan sebaliknya, Penguasa tidak boleh memaksakan kehendak dan pendapat pada rakyat yang sesungguhnya adalah subjek demokrasi. Rakyat memilih Pemerintah lewat demokrasi supaya melayani dan mengurus negara,” jelasnya mengingatkan. 

“Ini nampak ibarat kudeta pada kedaulatan rakyat. Terlalu buruk stigma separatis, pemecah belah NKRI yang dituduhkan kepada publik yang menginginkan penegakan hukum lebih tegas, berkeadilan dan diperlakukan sama terhadap setiap orang,” ungkap Ferdinand, sembari mencontohkan peristiwa dimana ketika para aktivis HMI yang dijemput dan langsung ditahan oleh aparat penegak hukum hanya dengan tuduhan memprovokasi saat unjuk rasa 411 yang lalu.

Padahal, sambung Ferdinand, melawan petugas sama sekali tidak berdampak pada kekacauan secara besar apalagi nasional.”Ancaman hukuman pun jauh lebih ringan dari ancaman hukuman terhadap Ahok, namun biarlah itu menjadi hak subjektif penyidik yang justru menunjukkan penegakan hukum ini tidak sama dan tidak berkeadilan,” cetusnya. 

“Maka itulah, saya ingin mengajak kembali bersama menggunakan nalar rasionalitas waras. Bukan nalar yang tidak sehat apalagi mendekati gila bahkan gila. Hukum sebab akibat dan hukum aksi reaksi sudah ada sejak dunia ini diciptakan. Dan teorinya sebab dan aksi lah selalu penyebab timbulnya akibat dan reaksi,” Jelas Ferdinand.

Selanjutnya, yang semestinya dan perlu ditangani guna menyelesaikan akibat dan reaksi adalah mematikan sebab dan aksi, bukan malah menyalahkan akibat dan reaksi.”Kami sekarang adalah orang-orang tertuduh separatis dan pemecah belah bangsa. Kami itu siapa? Kami adalah saya, anda kita semua jutaan manusia yang melakukan aksi menuntut penegakan hukum yang adil, sama terhadap semua orang, bukan penegakan hukum yang pura-pura adil dan pura-pura sama apalagi penegakan hukum untuk kepentingan politik kekuasaan. Kami bukan separatis atau pemecah belah NKRI, justru aksi rasis dan sara menistakan agama itulah yang separatis dan akan memecah belah bangsa. Kami cinta NKRI yang utuh, kami dukung pemerintahan yang adil dan bekerja untuk rakyat tanpa melihat subjeknya siapa, namun kami akan melawan rejim yang tidak berpihak pada rakyat dan tidak berpihak pada keadilan sosial,” pungkasnya.[Nicholas]

  • Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Ferdinand Hutahaean: Penguasa Tidak Boleh Paksakan Kehendak Pada Rakyat Rating: 5 Reviewed By: radarindonesianews.com